
Sejumlah kasus korupsi dengan nilai kerugian negara besar hingga suap fantastis menjadi tontonan yang tersaji sepanjang 2024. Lebih ironis sebab kerugian negara yang diakibatkan oleh perilaku koruptor pada tahun ini, menjadi yang terbesar sepanjang sejarah pengungkapan kasus korupsi di Indonesia.
Kejaksaan Agung menjadi tokoh utama di tahun 2024 ini, sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlambat panas akibat sibuk mengurus pola tingkah pimpinan hingga pegawai rumah tahanan.
Alih-alih berkonsentrasi memberantas korupsi, jajaran komisioner KPK malah bergilir masuk ruang pemeriksaan Dewan Pengawas. Rentetan peristiwa dimulai pada 21 desember tahun 2023 saat Ketua KPK periode 2019-2024, Firli Bahuri memutuskan untuk mengundurkan diri akibat tersandung kasus dugaan pemerasan di Polda Metro Jaya.
Kasus yang mendera Firli bergulir sepanjang 2024, ia bolak balik diperiksa tim penyidik gabungan Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri. Selain itu Firli juga telah diberi sanksi berat oleh Dewas KPK. Kasus yang mendera Firli ini, hingga penghujung tahun belum juga tuntas.
Setelah Firli, menyusul Johanis Tanak, Nurul Ghufron dan Alexander Marwata. Nama terakhir bahkan juga pernah diperiksa Polda Metro Jaya terkait pertemuannya dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. Ulah para pimpinan ini yang kemudian menurut mantan penyidik KPK Novel Baswedan merusak kerja institusi
13 Desember 2024, majelis hakim pengadilan tipikor Jakarta, menjatuhkan vonis kepada 15 eks pegawai rutan KPK dengan hukuman empat hingga lima tahun penjara.
Lewat rangkuman itulah kemudian disimpulkan kalau 2024 menjadi tahun terburuk kinerja KPK. Sementara di tahun ini, menjadi milik Kejagung untuk unjuk gigi memimpin pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Memang KPK kalah dari kejagung harus diakui, kesalahan adalah di Pimpinan KPK karena tidak mampu me-manajemen. Lebih banyak sibuk sendiri dan banyak kontroversi,” kata mantan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo. Sinyal bahaya sudah barang tentu menyala tentang keberadaan KPK, sebelum pada akhirnya sedikit teredam lewat manuver pimpinan baru era Setyo Budiyanto, dengan memberikan ‘kado penutup tahun’ menaikan status Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus dugaan suap Wahyu Setiawan, eks komisioner KPU.
Kasus Korupsi dengan Kerugian Negara Jumbo Sepanjang 2024
Seperti diulas diatas, tercatat sebanyak empat kasus jumbo berhasil diungkap Kejagung, sementara KPK meski terlambat panas, pada akhirnya menelurkan tiga kasus, itupun salah satunya didapat setelah Kejagung menaruh ‘ikhlas’.
Kasus Korupsi Ditangani Kejagung :
- Korupsi Timah Rp300 Triliun
Kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode 2015–2022, menjadi kasus dengan nilai kerugian negara pertama yang diungkap Kejagung di tahun ini. Angkanya mencapai Rp300 triliun.
Kerugian ini mencakup, Rp2,28 triliun dari penyewaan alat pengolahan timah yang tidak sesuai ketentuan, Rp26,65 triliun dari pembayaran bijih timah ilegal, dan Rp271,07 triliun akibat kerusakan lingkungan.
Terdapat sejumlah pihak baik perseorangan maupun korporasi yang kemudian ‘berpesta pora’ mendapat aliran uang. Mereka yakni:
- Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung periode 2021-2024 Amir Syahbana sebesar Rp 325,99 juta.
- Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta melalui PT RBT sebesar Rp 4,57 triliun.
- Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon melalui CV VIP senilai Rp 3,66 triliun.
- Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto melalui PT SBS sejumlah Rp 1,92 triliun.
- Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi melalui PT SIP sebanyak Rp 2,2 triliun.
- Pemilik Manfaat PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Hendry Lie melalui PT TIN sebesar Rp 52,57 miliar.
- 375 mitra jasa usaha pertambangan senilai Rp 10,38 triliun.
- CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) sebesar Rp 4,14 triliun
- Direktur Keuangan PT Timah periode 2016-2020 Emil Ermindra dan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani melalui CV Salsabila Utama sebesar Rp 986,79 miliar.
Selain itu, terdapat uang Rp 420 miliar, yang merupakan pengumpulan dana dari smelter-smelter swasta melalui PT Quantum Skyline Exchange (QSE) yang dikelola perpanjangan tangan PT RBT Harvey Moeis dan Manajer PT QSE Helena Lim, yang penggunaannya tidak dapat diketahui karena tidak ada pencatatan, baik oleh Harvey maupun Helena.
- Korupsi Emas PT Antam Tbk Rp1,2 Triliun
Kasus kedua yang kemudian menjadi sorotan adalah, korupsi rekayasa jual beli emas sebanyak 1 ton yang melibatkan Crazy Rich asal Surabaya Budi Said dan mantan General Manager PT Antam Abdul Hadi Aviciena.
Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa Abdul Hadi memanfaakan jabatannya sebagai General Manager Antam untuk berkongkalikong dengan Budi Said terkait pembelian emas 1,136 ton.
Pembelian itu dilakukan di luar mekanisme legal yang telah diatur, sehingga dibuat seolah-olah ada diskon yang diberikan Antam.
- Kasus Impor Gula Tom Lembong Rp400 Miliar
Kejaksaan Agung menetapkan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula pada Selasa, 29 Oktober 2024. Penetapan tersangka Tom Lembong berkenaan dengan perannya ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan 2015-2016.
Berdasarkan penjelasaan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.
Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor. Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan Tom Lempong itu, tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.
Selain itu, berdasarkan aturan perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN. Akibatnyam negara ditaksir merugi hingga Rp400 miliar.
- Kasus Markus MA Zarof Ricar Uang Disita Hampir Rp1 Trilun
Dipenghujung 2024, publik digemparkan oleh penemuan uang sebesar Rp920 miliar dan emas Batangan 51 kilogram dari rumah seorang mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar. Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik Kejagung, didapatkan fakta kalau uang itu dikumpulkan Zarof selama mengurus perkara di MA sejak 2012 hingga pensiun pada 2022.
Zarof Ricar awalnya ditetapkan tersangka karena perantara alias makelar guna memuluskan Ronald Tannur memenangkan kasasi kasus pembunuhan.
Zarof mendapatkan upah Rp1 miliar dari Lisa terkait pengkondisian perkara kasasi Ronald Tannur. Lisa pun telah memberikan uang Rp5 miliar kepada Zarof untuk menyogok majelis hakim kasasi. Akan tetapi, uang tersebut belum diberikan oleh Zarof kepada tiga hakim agung tersebut karena lebih dulu ditangkap Kejagung.
Selain itu, Zarof yang mengenalkan Lisa kepada tiga hakim PN Surabaya yang memutuskan bebas perkara pembunuhan yang menjerat Ronald Tannur. Tiga hakim ini kemudian menerima suap dari Lisa sebesar Rp4,6 miliar. Tiga hakim yang didakwa menerima suap tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Kasus Korupsi Ditangani KPK :
- Kasus korupsi PT ASDP, Kerugian Negara Rp1,3 Triliun
KPK masih menghitung potensi kerugian negara dari kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Saat ini, potensi kerugian mencapai Rp1,27 triliun, yang dapat bertambah dari nilai kontrak proyek sebesar Rp1,3 triliun.
Diketahui, terdapat 53 unit kapal yang diakuisisi PT ASDP dari PT Jembatan Nusantara. Proses akuisisi tersebut, terdapat pembelian kapal bekas dan sejumlah utang dengan total nilai mencapai Rp600 miliar.
Berdasarkan sumber didapat, tersangka dalam perkara ini adalah Direktur Utama (Dirut) PT ASDP Indonesia Ferry nonaktif Ira Puspita Dewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, Harry MAC; Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi; serta Bos PT Jembatan Nusantara Grup, Adjie. Hingga kini, mereka belum ditahan karena proses audit kerugian negara masih berlangsung.
Tim penyidik KPK juga telah menyita belasan aset bernilai ekonomis milik Adjie dengan total nilai ratusan miliar rupiah. KPK membuka peluang untuk mengembangkan perkara ini ke dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
- Kasus LPEI: Kerugian Negara Rp1 Triliun
KPK mengusut dugaan korupsi fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dengan modus tambal sulam pembayaran utang menggunakan dana pinjaman sebelumnya. Kerugian negara mencapai Rp1 triliun.
Sejumlah aset, termasuk 44 tanah dan bangunan senilai Rp200 miliar, telah disita. Ada 7 orang tersangka ditetap sebagai tersangka dalam perkara ini.
Kasus ini bermula dari laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Maret 2024 dan awalnya ditangani oleh Kejaksaan Agung sebelum dilanjutkan oleh KPK. Versi Kejagung awalnya terindikasi melakukan fraud dengan nilai total Rp2,505 triliun.
- Kasus Dana Hibah Jatim: Kerugian Negara Rp1 Triliun
KPK mengungkap kerugian negara hingga Rp1 triliun dalam kasus pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Jawa Timur. Modusnya, anggaran senilai Rp1–2 triliun dipecah ke proyek-proyek bernilai di bawah Rp200 juta untuk memudahkan pencairan dana.
Suap sebesar 20% dari nilai dana hibah diterima oleh oknum anggota DPRD Jatim, termasuk Ketua DPRD Kusnadi dan beberapa anggota lainnya.
MASJID SYEICHONA MOH KHOLIL BANGKALAN